Minggu, 14 April 2013

RISIKO LIKUIDITAS



 Pengertian Resiko Liquiditas
Secara umum, definisi likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Risiko likuiditas adalah risiko yang muncul jika suatu pihak tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Meskipun pihak tersebut memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya, tapi ketika aset tersebut tidak bisa dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka pihak tersebut dikatakan tidak likuid.
Hal ini bisa terjadi jika pihak pengutang tidak dapat menjual hartanya karena tidak adanya pihak lain di pasar yang berminat membelinya. Hal ini berbeda dengan penurunan drastis harga aktiva, karena pada kasus penurunan harga, pasar berpendapat bahwa aktiva tersebut tak bernilai. Tidak adanya pihak yang berminat menukar (membeli) aktiva kemungkinan hanya disebabkan karena kesulitan mempertemukan kedua belah pihak. Karenanya, risiko likuiditas biasanya lebih besar kemungkinan terjadi pada pasar yang baru tumbuh atau bervolume kecil.
Risiko likuiditas merupakan suatu risiko keuangan karena adanya ketidakpastian likuiditas. Suatu lembaga dapat berkurang likuiditasnya jika peringkat kreditnya turun, mengalami pengeluaran kas yang tak terduga, atau peristiwa lain yang menyebabkan pihak lain menghindari transaksi atau memberikan pinjaman ke lembaga tersebut. Suatu perusahaan juga dapat terpapar terhadap risiko likuiditas jika pasar yang diikutinya mengalami penurunan likuiditas.

lembaga keuangan Bank.
Risiko Likuiditas dalam lembaga keuangan Bank adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa menganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Likuiditas sangat penting untuk menjaga kelangsungan usaha bank. Oleh karena itu, bank harus memiliki manajemen risiko likuiditas bank yang baik. Dalam mengantisipasi terjadinya Risiko Likuditas, aktivitas Manajemen Risiko yang umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah:
1.      Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
2.      Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.
3.      Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih ratarata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.
4.      Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.
5.      Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan fungsi ALCO (Asset &Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya.
6.      meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.
7.      Strategi Manajemen Cadangan dan Kebijakannya
Dalam melakukan peniaian risiko likuiditas, ada baiknya untuk melakukan memahami sumber-sumber kejadian risiko likudiitas. Sumber resiko likuiditas bank terdiri dari :
a.       Sumber liquiditas langsung, meliputi:
o   Liquiditas Asset
Kekosongan deposito dapat menyebabkan problema likuiditas bank, hingga penggu-naan oleh para peminjam komitmen pinjaman & lini kredit lainnya.  Cara mengatasi Liquiditas asset dapat melalui cara sebagai berikut:
1.      Manajemen likuiditas yang dibeli (meminjam di pasar uang & meminjamkan dana ini kepada peminjam),
2.      Manajemen likuiditas yang disim-pan (menurunkan aset kas milik bank).
o   Liquiditas Liabilities
Dalam kondisi tertentu, terkadang bank menga-lami kekosongan deposito bersih, yaitu: jumlah dengan mana penarikan kas melebihi dari tambahannya; suatu arus kas keluar bersih. Yang dikarenakan Kebanyakan rekening giro secara normal bertindak sebagai deposito inti, yaitu, deposito yang menyediakan sumber pendanaan jangka panjang untuk suatu bank.
Rekening giro & rekening transaksi lainnyadapat dijadikan kontrak yang memberikan para pemegangnya hak untuk menjual klaim kembali kepada bank pada beberapa hari tertentu & meminta pemba-yaran kembali segera pada nilai muka atas klaim depositonya dalam kas. Dalam teori, paling sedikit, suatu bank mempu-nyai 20% kewajiban2 dalam rekening giro & rekening transaksi lain harus siap untuk memba-yar jumlah itu dengan melikuidasi aset2-nya pada hari perbankan.
o   Liquiditas OFF B/S, dengan mengestimasi Penarikan fasilitas kredit.
b.      Resiko Lainnya
o   Resiko Kredit, Antara lain dengan peningkatan NPL yang akan mempengaruhi cashflow suatu lembaga keuangan tersebut
o   Resiko Pasar, Antara lain dengan peningkatan tingkat suku bunga yang dapat meningkatkan atau menurunkan tingkat suku bunga.
o   Resiko Operasional, antara lain adalah kegagalan dalam sistem Force majeure hal ini juga dapat mempengaruhi Cashflow suatu lembaga keuangan tersebut.
Identifikasi sumber risiko likuiditas bertujuan untuk mengetahui jumlah dan trend kebutuhan likuiditas serta sumber pendanaannya. Sesuai diagram di atas, risiko likuiditas dapat bersumber dari dari dua hal yaitu langsung dan tidak langsung. Sumber likuiditas langsung dapat bersumber dari al. volatilitas surat berharga dan konsentrasi sumber dana yang tinggi pada sisi liabilities. Selain sumber risiko likuiditas langsung, terdapat pula risiko lain yaitu risiko kredit, risiko pasar, dan risiko reputasi yang dapat menimbulkan risiko  likuiditas (Risiko Likuiditas sebagai 2nd order risk).

 Mengukur Eksposur Likuiditas Bank
Dalam Mengukur Eksposur Liquiditas bank dapat dilakukan dengan melihat:
1.      Sumber & penggunaan likuiditas: dengan alat laporan likuiditas bersih yang mencatat sumber & penggunaan likuiditas, yang menyediakan ukuran posisi likuiditas bersih. Ada tiga cara yang dapat ditempuh oleh bank untuk mendapatkan dana likuid:
a.       Menjual asset asset bertipe kasnya
b.      Meminjam dana di pasar uang
c.       Menggunakan kelebihan cadangan kas
2.      Perbandingan rasio kelompok sebanding : Dengan membandingkan rasio- rasio kunci tertentu & sifat neraca. Rasio pinjaman dari deposito & dana yang dipinjam terhadap aset total berarti bahwa bank mengandalkan secara berat pada pasar uang jangka pendek daripada deposito inti untuk pinjaman-pinjaman dana.
3.      Indeks likuiditas: Dikembangkan oleh Jim Pierce pada Fed, yang mengukur kerugian potensial suatu FI dapat menderita dari mendadak atau suatu penyelesaian menjual-api atas aset dibandingkan dengan jumlah yang akan diterima pada pasar wajar di bawah kondisi pasar normal.
                                                
I = S[(wi)(Pi/Pi*)].
Dimana:
wi = persentase dari masing2 aset
Pi = harga aset2 penjualan api dengan segera
Pi* = harga pasar wajar atas aset.
4.      Kesenjangan pembelanjaan & kebutuh-an pembelanjaan: ada tiga rumus:
         Kesenjangan pembelanjaan = Pinjaman rata-rata – Deposito rata-rata.
         Kesenjangan pembelanjaan = - Aset2 likuiditas + Dana yang dipinjam.
         Kesenjangan pembelanjaan + Aset2 likuid = Kebutuhan pembelanjaan (Dana yang dipinjam).
5.      Perencanaan likuiditas: suatu komponen kunci dalam mengukur risiko likuiditas & biaya2 yang berhubungan. Ada empat komponen perencanaan likuiditas.
a.       Gambaran atas pendalaman & tanggung jawab manajerial.
b.       Daftar mendalam atas para penyedia dana kebanyakan menyukai untuk menarik seperti pola atas penarikan dana.
c.       Identifikasi ukuran deposito potensial & penarikan dana pada horizon waktu yang bervariasi di masa mendatang seperti sumber pendanaan pasar swasta alternatif untuk memenuhi runoff.
d.      Perencanaan tersebut membentuk batas2 internal atas pemisahan peminjaman perusahaan anak atau cabang seperti batas untuk premi risiko yang dapat diterima untuk membayar masing2 pasar.

Risiko Likuiditas, Kekosongan Deposito yang tidak Diharapkan, & Bank Runs
Problema likuiditas utama dapat muncul, jika kekosongan deposito secara abnormal besar & tidak diharapkan. Guncangan penarikan deposito dapat terjadi karena beberapa alasan:
1.      Perhatian tentang solvensi bank relatif terhadap bank lain.
2.      Kegagalan atas bank yang berhubungan, mengarahkan pada perhatian deposan yang tinggi tentang solvensi bank lain (efek penularan).
3.      Gelombang yang tidak diharapkan mendadak dalam risiko penarikan deposito bersih memicu bank run biasanya dapat memperkuat suatu bank dalam solvensi.
Untuk mengatasi masalah ini, biasanya pemerintah melakukan penjaminan terhadap dana yang disimpan oleh para penabung, karena penjaminan tersebut akan menyebabkan para penabung merasa aman dan mempercayai sistem perbankan. Pemerintah juga dapat bertindak sebagai the lender of the last resort, dengan memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang mengalami masalah likuiditas.
Pada saat industri perbankan tidak memiliki pertahanan yang kuat dalam menjalankan usahanya, maka risiko–risiko tersebut dapat menyerang sektor perbankan. Jika hal ini semakin memperburuk kondisi perbankan, maka kepercayaan masyarakat terhadap kinerja perbankan akan semakin menurun. Masyarakat (nasabah) yang menyimpan uang di bank mulai tidak yakin akan kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya secara penuh, sehingga semakin banyak nasabah yang menarik uangnya dari bank. Krisis kepercayaan yang diikuti oleh penarikan dana secara besar–besaran dari bank oleh nasabah ini disebut sebagai bank runs. Berikut beberapa penyebab dan dampak terjadinya bank runs (Bank Indonesia, 2002: 34–46):
Ø  Penyebab bank run
1.      Moral hazard dan penurunan aset
Dalam teori ini diasumsikan bahwa banyak bank yang memperoleh fasilitas berupa kemudahan mendapatkan pinjaman dengan tingkat bunga yang aman dari pemerintah, sehingga terjadi persaingan dalam menyalurkan kredit. Hal ini mengakibatkan kinerja dari bank seolah–olah sangat sehat dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya. Penurunan nilai aset terjadi jika pemerintah tidak lagi memberikan jaminan pada pinjaman bank, sehingga mengubah ekspektasi investor karena mereka merasa dananya tidak aman lagi. Bank runs terjadi pada saat ketidakpercayaan investor atau nasabah diwujudkan dengan menarik dana mereka dalam jumlah besar.
2.      Disintermediasi dan likuidasi
Diasumsikan bahwa pihak bank adalah pihak yang baik, sehingga penyebab utama terjadinya krisis dan asset deflation adalah financial panic(bank runs) yang tidak diikuti oleh kebijakan yang tepat. Pihak bank melakukan investasi utamanya untuk jangka panjang, sehingga membutuhkan pembiayaan dana yang bersifat jangka panjang. Keadaan ini menyebabkan bank mudah terserang panik finansial.

Ø  Dampak bank runs
1.      No contagion effect
Berdasarkan teori no contagion effectbank runs tidak akan merubah volume deposito dalam pengertian bahwa nasabah yang tidak percaya kepada suatu bank memindahkan dananya kepada bank lain, sehingga total simpanan dalam sistem perbankan akan tetap jumlahnya. Sebaliknya, koalisi antar bank (dimana bank yang mengalamiexcess liquidity mengalirkan dananya kepada bank yang kekurangan likuiditas) akan mengurangi efekbank runs lebih lanjut.
2.      Contagion effect
Ketidakpercayaan pada suatu bank juga akan membawa ketidakpercayaan kepada sistem perbankan secara keseluruhan, sehingga akan menimbulkan panicsContagion effect dari bank runs suatu bank terjadi jika nasabah menarik dananya dari bank yang gagal dan yang masih baik dalam waktu yang sama tanpa adanya proses pemindahan deposito. Contagion effect dapat ditentukan dengan membandingkan uang kartal terhadap simpanan dana pihak ketiga (DPK) dalam sistem perbankan (rasio C/D).
Bank run yang berlanjutan dapat memunculkan panik bank, yaitu run sistematik & menular atas deposito industri perbankan sebagai keseluruhan. Ada dua elemen penyekatan/isolasi risiko likuiditas utama dalam bank run yaitu Asuransi deposito dan  pintu diskon. Asuransi deposito dilakukan dengan cara regulator pemerintah atas lembaga2 depositori mengembangkan program penjaminan yang ditawarkan bagi para pemegang deposito dengan tingkat perlindungan asuransi yang bervariasi untuk menghalangi run.
Sedangkan Fasilitas pintu diskon diberikan oleh bank sentral untuk memenuhi kebutuhan likuiditas nonpermanen jangka pendek bank. Bank sentral memberikan pinjaman pintu diskon, bagaimanapun, pada kebijaksanaannya, tidak mengharuskan untuk membantu bank2 yang kesulitan.

 Risiko Liquiditas dari Perusahaan Asuransi Jiwa
Perusahaan asuransi jiwa memegang cadangan kas untuk memenuhi pembatalan & kebutuhan modal kerja lain. Ketika pendapatan premi tidak mencukupi, asuransi jiwa dapat menjual beberapa aset likuid relatifnya, seperti obligasi pemerintah. Solvensi pada perusahaan asuransi dapat menghasilkan run dalam mana pendapatan premi baru berkurang & para pemegang polis membatalkan polisnya dengan menguangkannya dalam nilai penyerahannya. Nilai penyerahan ini adalah jumlah yang diterima pemegang polis asuransi ketika menguangkan suatu polis lebih awal. Untuk memenuhi permintaan yang luar biasa atas kas, perusahaan asuransi dapat menjual aset2 yang kurang likuid dalam portofolionya, seperti pinjaman hipotek komersial & sekuritas2 lain, pada harga penjualan-api secara potensial.
Asset-asset perusahaan asuransi kerugian aset cenderung lebih berjangka pendek & lebih likuid daripada asuransi jiwa. Eksposur likuiditas terbesar asuransi kerugian terjadi ketika para pemegang polis asuransi membatalkan atau gagal untuk memperbaharui polis karena risiko insolvensi, penentuan harga, atau alasan persaingan. Hal ini dapat menyebabkan arus masuk kas preminya, ketika tambahan untuk pengembalian investasinya, tidak mencukupi untuk memenuhi klaim polis. Klaim2 yang tidak diharapkan besar dapat juga material & melebihi arus pendapatan premi & pengembalian pendapatan dari aset, dapat juga menjadi penyebab eksposur likuiditas.

 Reksadana
Ada beberapa Jenis dari reksadana yaitu :
1.      Reksadana tertutup: reksadana yang menjual jumlah lembar saham yang tetap kepada para investor luar.
2.      Reksadana terbuka: reksadana yang menjual jumlah lembar saham elastis atau tidak tetap kepada para investor luar.
Reksadana dapat menjadi subyek terhadap runs likuiditas yang dramatis jika para investor men-jadi takut tentang NAV atas asset - aset reksadana. Jika reksadana dilikuiditasi, aset2-nya akan didistribusikan kepada para pemegang reksadana atas basis pro rata daripada dasar datang-pertama, layani-pertama, seperti deposito & kontrak polis asuransi. Para pemegang reksadana merealisasi NAV (pro rata) & tahu bahwa para investor membagi kerugian aset pada basis pro rata; ada pada lini pertama untuk menarik tidak mempunyai keuntungan, seperti pada bank.

Berikut ini adalah contoh peristiwa yang berkaitan dengan risiko likuiditas :
1.      Krisis yang melanda Indonesia, mulai mengenai perbankan dengan timbulnya masalah kekurangan likuiditas (liquidity mismatch), semula dialami oleh beberapa bank, tetapi kemudian menjadi sistemik. Krisis likuiditas secara sistemik, yang dialami perbankan dimulai sekitar pelaksanaan kebijakan pencabutan ijin usaha atau likuidasi 16 bank tanggal 1 November 1997. Kepercayaan terhadap Rupiah yang menurun sejak terjadinya gejolak moneter bulan Juli 1997 menjadi lebih buruk lagi setelah diterapkan sistim nilai tukar yang mengambang secara bebas pada pertengahan Agustus 1997. Pembelian mata uang dollar (USD) atau penjualan aset rupiah ramai dilakukan, dimulai oleh pelaku pasar asing, akan tetapi kemudian diikuti oleh pemain pasar dalam negeri dan pemilik dana dalam negeri. Strategi yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi perkembangan ini adalah dengan melakukan pengetatan moneter, dengan menggunakan tindakan fiskal (melalui pengurangan pengeluaran rutin maupun pembangunan dari APBN), kebijakan moneter (langkah BI menghentikan pembelian SBPU bank-bank dan peningkatan suku bunga SBI sampai lebih dari dua kali lipat), dan tindakan adminsitratif (instruksi Menkeu ke pada berbagai Yayasan dan BUMN untuk mengalihkan deposito mereka menjadi SBI).
2.      Pada saat perekonomian sedang mengalami gejolak ekonomi (seperti fluktuasi nilai tukar) yang menyebabkan para penabung menarik dananya dari bank yang sakit maupun pada bank yang sehat, sehingga menimbulkan bank run. Untuk mengatasi masalah ini, biasanya pemerintah melakukan penjaminan terhadap dana yang disimpan oleh para penabung, karena penjaminan tersebut akan menyebabkan para penabung merasa aman dan mempercayai sistem perbankan. Pemerintah juga dapat bertindak sebagai the lender of the last resort, dengan memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang mengalami masalah likuiditas.
3.      Resiko Likuiditas yang terjadi dalam pasar modal antara lain yakni ketika perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh lembaga yang berwenang seperti pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam kasus seperti ini hak klaim dari pemegang saham mendapatkan prioritas terakhir tentu setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi dari hasil penjualan kekayaan perusahaan. Jika masih ada sisanya, itulah yang akan dibaga kepada seluruh pemegang saham secara proporsional.Inilah resiko dari orang yang berinvestasi di pasar modal. Karenanya si investor diharuskan untuk selalu mengamati perkembangan perusahaan-perusahaan yang si investor miliki sahamnya.
4.      Kasus bank century dan dalam perbankan syariah. Bank Century yang hingga saat ini belum bisa mengembalikan dana nasabahnya.
5.      dll