Sabtu, 13 April 2013

risiko liquiditas



RISIKO LIKUIDITAS

Secara umum, definisi likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Risiko likuiditas adalah risiko yang muncul jika suatu pihak tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Meskipun pihak tersebut memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya, tapi ketika aset tersebut tidak bisa dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka pihak tersebut dikatakan tidak likuid.
Hal ini bisa terjadi jika pihak pengutang tidak dapat menjual hartanya karena tidak adanya pihak lain di pasar yang berminat membelinya. Hal ini berbeda dengan penurunan drastis harga aktiva, karena pada kasus penurunan harga, pasar berpendapat bahwa aktiva tersebut tak bernilai. Tidak adanya pihak yang berminat menukar (membeli) aktiva kemungkinan hanya disebabkan karena kesulitan mempertemukan kedua belah pihak. Karenanya, risiko likuiditas biasanya lebih besar kemungkinan terjadi pada pasar yang baru tumbuh atau bervolume kecil.
Risiko likuiditas merupakan suatu risiko keuangan karena adanya ketidakpastian likuiditas. Suatu lembaga dapat berkurang likuiditasnya jika peringkat kreditnya turun, mengalami pengeluaran kas yang tak terduga, atau peristiwa lain yang menyebabkan pihak lain menghindari transaksi atau memberikan pinjaman ke lembaga tersebut. Suatu perusahaan juga dapat terpapar terhadap risiko likuiditas jika pasar yang diikutinya mengalami penurunan likuiditas.

Berikut ini adalah contoh peristiwa yang berkaitan dengan risiko likuiditas :
1.         Krisis yang melanda Indonesia, mulai mengenai perbankan dengan timbulnya masalah kekurangan likuiditas (liquidity mismatch), semula dialami oleh beberapa bank, tetapi kemudian menjadi sistemik. Krisis likuiditas secara sistemik, yang dialami perbankan dimulai sekitar pelaksanaan kebijakan pencabutan ijin usaha atau likuidasi 16 bank tanggal 1 November 1997. Kepercayaan terhadap Rupiah yang menurun sejak terjadinya gejolak moneter bulan Juli 1997 menjadi lebih buruk lagi setelah diterapkan sistim nilai tukar yang mengambang secara bebas pada pertengahan Agustus 1997. Pembelian mata uang dollar (USD) atau penjualan aset rupiah ramai dilakukan, dimulai oleh pelaku pasar asing, akan tetapi kemudian diikuti oleh pemain pasar dalam negeri dan pemilik dana dalam negeri. Strategi yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi perkembangan ini adalah dengan melakukan pengetatan moneter, dengan menggunakan tindakan fiskal (melalui pengurangan pengeluaran rutin maupun pembangunan dari APBN), kebijakan moneter (langkah BI menghentikan pembelian SBPU bank-bank dan peningkatan suku bunga SBI sampai lebih dari dua kali lipat), dan tindakan adminsitratif (instruksi Menkeu ke pada berbagai Yayasan dan BUMN untuk mengalihkan deposito mereka menjadi SBI).
2.         Pada saat perekonomian sedang mengalami gejolak ekonomi (seperti fluktuasi nilai tukar) yang menyebabkan para penabung menarik dananya dari bank yang sakit maupun pada bank yang sehat, sehingga menimbulkan bank run. Untuk mengatasi masalah ini, biasanya pemerintah melakukan penjaminan terhadap dana yang disimpan oleh para penabung, karena penjaminan tersebut akan menyebabkan para penabung merasa aman dan mempercayai sistem perbankan. Pemerintah juga dapat bertindak sebagai the lender of the last resort, dengan memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang mengalami masalah likuiditas.
3.         Resiko Likuiditas yang terjadi dalam pasar modal antara lain yakni ketika perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh lembaga yang berwenang seperti pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam kasus seperti ini hak klaim dari pemegang saham mendapatkan prioritas terakhir tentu setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi dari hasil penjualan kekayaan perusahaan. Jika masih ada sisanya, itulah yang akan dibaga kepada seluruh pemegang saham secara proporsional.Inilah resiko dari orang yang berinvestasi di pasar modal. Karenanya si investor diharuskan untuk selalu mengamati perkembangan perusahaan-perusahaan yang si investor miliki sahamnya.
4.         Kasus bank century dan dalam perbankan syariah. Bank Century yang hingga saat ini belum bisa mengembalikan dana nasabahnya.
5.         dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar